Berpetualang ke alam bebas telah menjadi trend untuk beberapa tahun kebelakang. Semuanya dimulai saat ada film layar lebar berjudul “5 cm” tayang di bioskop. 5 cm adalah film drama Indonesia yang dirilis pada 12 Desember 2012. Film ini disutradarai Rizal Mantovani. Film ini dibintangi oleh Herjunot Ali dan Fedi Nuril. Film ini merupakan film yang diadaptasi dari sebuah novel dengan judul yang sama. Film tersebut berkisah tentang 5 remaja yang telah menjalin persahabatan selama 10 tahun, dan berencana untuk mengibarkan bendera merah putih di puncak tertinggi di pulau Jawa. Berikut sinopsis lengkap yang penulis sadur dari wikipedia
Genta (Fedi Nuril), Arial (Denny Sumargo), Zafran (Herjunot Ali), Riani (Raline Shah) dan Ian (Igor Saykoji) adalah lima remaja yang telah menjalin persahabatan sepuluh tahun lamanya. Mereka memiliki karakter yang berbeda-beda. Zafran yang puitis, sedikit “gila”, apa adanya, idealis, agak narsis, dan memiliki bakat untuk menjadi orang terkenal. Riani yang merupakan gadis cerdas, cerewet, dan mempunyai ambisi untuk cita-citanya. Genta, pria yang tidak senang mementingkan dirinya sendiri sehingga memiliki jiwa pemimpin dan mampu membuat orang lain nyaman di sekitarnya. Arial, pria termacho di antara pemain lainnya, hobi berolah raga, paling taat aturan, namun paling canggung kenalan dengan wanita. Ian, dia memiliki badan yang paling subur dibandingkan teman-temannya, penggemar indomie dan bola, paling telat wisuda. Ada pula Dinda (Pevita Pearce) yang merupakan adik dari Arial, seorang mahasiswi cantik yang sebenarnya dicintai Zafran. Suatu hari mereka berlima merasa “jenuh” dengan persahabatan mereka dan akhirnya kelimanya memutuskan untuk berpisah, tidak saling berkomunikasi satu sama lain selama tiga bulan lamanya.
Selama tiga bulan berpisah penuh kerinduan, banyak yang terjadi dalam kehidupan mereka berlima, sesuatu yang mengubah diri mereka masing-masing untuk lebih baik dalam menjalani kehidupan. Setelah tiga bulan berselang mereka berlima pun bertemu kembali dan merayakan pertemuan mereka dengan sebuah perjalanan penuh impian dan tantangan. Sebuah perjalanan hati demi mengibarkan sang saka merah putih di puncak tertinggi Jawa yaitu di puncak Mahameru pada tanggal 17 Agustus. Sebuah perjalanan penuh perjuangan yang membuat mereka semakin mencintai Indonesia. Petualangan dalam kisah ini, bukanlah petualangan yang menantang adrenalin, demi melihat kebesaran sang Ilahi dari atas puncak gunung. Tapi petualangan ini, juga perjalanan hati. Hati untuk mencintai persahabatan yang erat, dan hati yang mencintai negeri ini.
Segala rintangan dapat mereka hadapi, karena mereka memiliki impian. Impian yang ditaruh 5cm dari depan kening.
Sejak film 5cm tayang, mulai banyak kalangan muda yang memiliki hobi dadakan yaitu mendaki gunung. Selain karena film 5cm, kecanggihan smartphones dalam mengambil gambar dan efek viral dari sosmed juga turut membantu berkembangnya trend ini. Saya membagi para pendaki menjadi 2 golongan, yaitu mereka yang memang memiliki hobby mendaki dari awal atau mereka yang ikut-ikutan trend. Btw, saya termasuk yang mendaki karena melihat banyak foto bagus dari sosmed dan kebetulan om saya yang mantan tim SAR memberikan saya sebuah jaket gunung. Saya termasuk orang yang males repot, saya lebih suka berdiam dirumah didalam rumah sambil internetan. Tapi sejak saya memiliki jaket gunung, timbul keinginan saya untuk merasakan ‘seru’ nya mendaki gunung. Sebagai pemula, saya mencari gunung yang memiliki tingkat kesulitan yang relatif rendah, waktu itu pilihan saya jatuh pada gunung prau.
Sebelum memutuskan untuk mendaki gunung, yang pertama saya lakukan adalah mencari partner. Berhubung saya orangnya kurang gaul, kecil kemungkinan saya dapet orang dekat sebagai partner. Teman-teman saya rata-rata memiliki hobi seputar game dan jejepangan. Jadi akhirnya, saya mencari lewat google dan kaskus. Mulai hari itu saya sering buka sub forum OANC di kaskus, dan juga sering googling dengan keyword :”traveling/backpacker ke gunung …. bulan …”. Saya sempet mengirim message kepada beberapa kaskuser di sub forum OANC, saya sudah memiliki beberapa pilihan, tinggal eksekusi saja. Oh iya, googling yang saya lakukan selama beberapa hari akhirnya membuahkan hasil, saya menemukan seorang traveler blogger di forum kompasiana. Saya lalu melakukan hal yang sama, saya message lalu saya minta nomor whats’app nya.
Berkenalan secara online memiliki cukup banyak resiko, karena tidak pernah kenal sebelumnya, kemungkinan apapun bisa saja terjadi. Apalagi saya ini pemula dan ingin mendaki gunung, kalau saya dapet temen yang rese, habislah saya disana. Pengalaman mengajarkan saya, kalau melacak track record itu penting sebelum menentukan langkah selanjutnya, biasanya cara ini saya gunakan ketika ingin membeli barang secara online. Caranya adalah dengan meneliti id nya, lihat postingan dimana aja, lihat thread yang pernah dibuat, liat foto profilnya, liat foto whats’appnya, liat sosmednya (biasanya facebook) dll. Untuk masalah thread, postingan dan segala sesuatu yang berbau forum tidak ada masalah, untuk foto mayoritas seperti para pencinta alam pada umumnya, rambut urakan, bertato, rokok, dan style ala bad boy lainnya.
Setelah menelusuri beberapa track record, pilihan saya jatuh pada orang yang saya jumpai di forum kompasiana yang ternyata dia adalah kaskuser juga. Alasannya simpel, kompasiana adalah blog jurnalis Kompas yang bertransformasi menjadi sebuah media warga (citizen media). Di sini, setiap orang dapat mewartakan peristiwa, menyampaikan pendapat dan gagasan serta menyalurkan aspirasi dalam bentuk tulisan, gambar ataupun rekaman audio dan video. Rata-rata para kontributor atau penulis di kompasiana memiliki kemampuan menulis yang baik, singkatnya menurut pendapat saya, para kompasianer merupakan orang berpendidikan, jadi kecil kemungkinan kalau mereka rese.
Setelah membuat janji, akhirnya saya fix ikut rombongan mereka, dia bilang rombongannya sudah ada 6 orang dan masih ada sisa 2 slot lagi. Karena tidak ada satupun yang saya kenal, saya memutuskan untuk mengajak teman kampus saya. Selain mengajak teman, saya juga mengumpulkan gear yang belum saya punya. Karena saya baru memiliki jaket, jadi saya masih butuh sepatu dan tas. Kira-kira itulah yang barang personal yang saya butuhkan.
Mencari gear untuk mendaki tidaklah semudah yang dibayangkan, mempelajari spesifikasi gear sebelum membeli adalah sebuah keharusan, bahkan setiap medan pendakian membutuhkan perlengkapan yang berbeda. Sebagai contoh, untuk gunung yang berpasir seperti semeru dan guntur, hampir wajib menggunakan gaiter. Gaiter adalah pelindung kaki dari pasir, lintah, ular, namun umum digunakan pada pendakian dengan medan berpasir. Namun karena gunung prau tidak berpasir, maka saya tidak memerlukan gaiter, yang saya perlukan adalah jaket, sepatu dan carrier. Jaket waterproof atau jaket tahan air menjadi favorit para pendaki. Jaket waterproof yang biasa dipakai untuk mendaki, berbeda dengan jas hujan. Bahan yang digunakan pada jas hujan membuat air dari luar tidak bisa masuk begitupun dengan suhu dari dalam yang tidak bisa keluar, ini menimbulkan efek panas/gerah saat dipakai. Jaket gunung waterproof memiliki lapisan membran khusus yang membuat air dari luar tidak dapat masuk tapi suhu tubuh bisa keluar, yang membuat jaket gunung relatif tidak panas saat dipakai. Kelemahan dari jaket gunung adalah lapisan membran yang digunakan bisa rusak, jika membran rusak, maka kemampuan waterproof jaket akan hilang. Jaket yang om saya berikan sebenarnya waterproof, namun karena membrannya sudah rusak ini tak ada bedanya dengan jaket biasa. Bagi pemula, biasa muncul pertanyaan seperti “kalo udah waterproof berarti tidak perlu jas hujan lagi?” tentu tidak, jas hujan tetaplah penting, awalnya saya juga berpikir demikian namun pengalaman mengajarkan sebaliknya. Anggaplah anda memakai jaket waterproof saat hujan, memang air tidak tembus, tapi jangan lupa jaket yang anda kenakan menjadi basah, dan itu sangat-sangat fatal mengingat hipotermia menjadi sebab kematian paling besar bagi para pendaki.
Hipotermia adalah kondisi dimana mekanisme tubuh mengalami drop dan kesulitan saat upaya pengaturan suhu tubuh dalam mengatasi tekanan suhu dingin disekitarnya. Hipotermia terjadi ketika suhu tubuh inti manusia jatuh jauh dibawah suhu tubuh normalnya. Hal ini dapat dengan mudah menimpa orang yang bila terkena angin dingin atau dalam keadaan basah yang terlalu lama. Kondisi ini sering dijumpai khususnya oleh para pendaki gunung.
Gejala awal penderita, saat suhu tubuh mulai menurun drastis, ia akan menggigil sebagai bentuk upaya tubuh menghangatkan diri, setelah itu tiba dimana tubuh kehilangan banyak energi, hingga batas energi penderita habis lalu memasuki fase kritis, saat-saat dimana jika tak tertolong bisa berakhir kepada kematian.
Oh iya, lupa saya sampaikan bawah waterproof memiliki beberapa tingkatan, semakin tinggi semakin panas, penjelasannya cukup panjang, jadi saya akan langsung memberikan kesimpulannya, intinya dari pengalaman saya jaket waterproof tidak dapat menahan hujan badai dalam waktu lama, jika hujan badai berlangsung lama pasti akan tembus walaupun sedikit. Cuaca digunung yang relatif dingin, membuat hujan cukup sering terjadi, jika hanya hujan dari kabut atau hujan kecil, anda bisa tetap menggunakan jaket waterproof namun jika hujan sudah deras anda lebih baik memakai jas hujan. Jika anda menaiki motor, jas hujan model ponco sangatlah berbahaya untuk digunakan karena bisa menyebabkan kecelakaan, namun tidak dengan digunung, saya menyarankan jas hujan ponco karena bisa sekalian melindungi carrier yang dibawa.
Begitupun dengan sepatu, sepatu ada yang waterproof ada yang tidak, kurang lebih sama penjelasannya seperti jaket waterproof, oh iya membran waterproof bisa rusak jika kena detergen, jadi disarankan mencuci tanpa sabun. Sepatu untul kegiatan trail running atau lari jarak jauh dimedan pendakian biasanya tidak waterproof, tapi yang waterproof juga ada, saya kurang tau kenapa bisa demikian, mungkin karena ketika berlari kaki lebih berkeringan sehingga diutamakan menggunakan sepatu yang adem. Untuk sepatu saya membelinya di toko olahraga besar secara online, pilihan saya jatuh pada merek merrel. Alasannya simpel, untuk spek yang saya inginkan dan merek luar, merrel menawarkan harga yang relatif terjangkau, walaupun terjangkau harganya masih sekitar Rp.1.000.000,00- tapi masih lebih murah dibanding merek yang lain. Yang perlu diperhatikan dari membeli sepatu gunung adalah jangan membeli sepatu dengan ukuran PAS, karena medan pendakian naik turun, sepatu dengan ukuran pas beresiko melukai ujung jari-jari kaki. Belilah sepatu dengan 1 ukuran diatas, misal anda biasa memakai ukuran 43, belilah sepatu gunung dengan ukuran 44.
Carrier yang bagus adalah yang nyaman dipakai, jangan silau dengan merek dan harga, utamakan torso yang sesuai. Gampangnya, torso adalah panjang sebagian tulang belakang kita yang digunakan dalam menyangga carrier. Tinggi badan tidak mempengaruhi torso, sebagai contoh saya yang memiliki tinggi 175cm memakai torso S. Selain torso, yang perlu diperhatikan adalah peyangga beban, apakah peyangga beban memiliki bantalan yang cukup empuk? perjalanan mendaki yang relatif memakan waktu lama dan membawa beban berat akan terasa sangat menyakitkan jika peyangga beban carrier anda sakit ketika dipakai. Untuk carrier ini saya memilih merek lokal seharga Rp.900.000,00- yang saya beli second seharga 400rb.
Hari yang dijanjikan akhirnya tiba, kami bertemu di terminal bus damri. Sesampainya disana kami bertemu dengan 6 orang lainnya. Sebelum berangkat, tak lupa kami mengisi perut di rumah makan Padang disamping terminal. Dengan menggunakan bis malam, kami berangkat ke wonosobo pada jum’at malam dan sampai pada sabtu pagi. Perjalanan terasa cukup meneganggkan dikarenakan gaya mengemudi khas sopir bis malam yang cukup agresif dan ugal-ugalan, ditambah lagu khas pantura yang menjadi primadona bagi para sopir membuat saya kesulitan untuk tidur.
Bus berhenti sekali pada tengah malam untuk makan, saya yang belum terbiasa dengan ac dari bus jadi masuk angin, akhirnya saya membeli popmie panas untuk menghangatkan badan. Dengan memakai jaket, kupluk dan kaoskaki akhirnya saya berhasil tidur dalam kondisi ac yang dingin, ketika bangun waktu sudah memasuki subuh, akhirnya saya sholat di bus.
Kami sampai di Terminal Mendolo sekitar jam 11, kami sarapan dan menata ulang barang pada carrier sebelum akhirnya naik bus kecil untuk menuju basecamp prau. Prau memiliki 3 basecamp, yaitu petak banteng, kalilembu dan dieng wetan. Petak banteng memiliki jalur tersulit namun tercepat untuk sampai puncak, sementara dieng wetan adalah jalur termudah namun memiliki waktu yang relatif lama, sekitar 2 kali lebih lama dari jalur petak banteng. Dikarenakan kami masih pemula, maka team leader memilih jalur dieng. Bus kecil yang kami naiki bertarif 15-20rb per orang, seperti biasa kami berhadapan dengan calo, jadi harus pandai-pandai menawar. Perjalanan dari terminal mendolo ke basecamp dieng tidaklah memakan waktu kurang lebih 1.5 jam sampai akhirnya kami sampai persis didepan hometay bu Djono.
Dikarenakan rasa yang enak dan harga yang relatif murah, Bu Djono yang merupakan nama homestay sekaligus restoran menjadi favorit para pendaki yang melewati jalur dieng. Disana kami memesan nasi goreng ayam, sop ayam, dan tak lupa memesan teh jahe untuk menghangatkan tubuh. Setelah beres makan, kami mempacking ulang barang bawaan lalu mengurus retribusi untuk jalur pendakian sebesar Rp.4.000,00-.
Sekitar jam 15.30 barulah memulai mendaki, kami berjalan melewati pemukiman warga, sampai akhirnya masuk ke pinggiran perkebunan warga yang didominasi oleh kentang, dari yang saya dengar, dieng merupakan daerah penghasil kentang terbesar di indonesia. Selanjutnya kami jalan terus sampai masuk daerah hutan. Kurang lebih sekitar 1 jam perjalanan, kami akhirnya sampai di pos 1 yang berupa gubuk kecil terbuat dari bambu dengan kondisi kurang terawat. Sesampainya disana, saya melepas carrier dan mengatur ulang strap karena terasa sakit saat dipakai. pundak yang terasa nyeri saya oles dengan counter pain, setelah itu kami siap berangkat menuju pos 2.
perjalanan menuju pos 2 melewati banyak pohon cemara disekitar, karena habis hujan jadi tanah terasa cukup licin. Setelah berjalan kurang lebih selama 1 jam, akhirnya kami sampai di pos 2 yang berupa tanah datar dan ada bangku untuk duduk. Sampai di pos 2 langit masih terlihat jelas, pertanda belum masuk malam hari. Setelah istirahat dan foto-foto sebentar, kami melanjutkan perjalanan menuju pos 3.
Dari pos 2 menuju pos 3 adalah perjalanan dengan medan paling berat, karena jalur yang menanjak tajam dan licin karena hutan ditambah lagi dengan kondisi yang gelap karena sudah memasuki malam. Gelapnya malam ditambah turunnya kabut membuat jarak pandang menjadi semakin sempit. Kondisi ini diperparah dengan saya yang lupa membawa headlamp, jadilah saya gelap2an mengandalkan cahaya dari headlamp teman yang tidak begitu terang. Dingin, dan capek menghiasi perjalanan saya dari pos 2 ke pos 3. perjalanan menuju pos 3 melewati bangunan seperti tower pemancar dengan kabel tegangan tinggi, sehingga kami harus ekstra hati-hati.
Sesampainya di pos 3 kami beristirahat cukup lama. Pos 3 berupa medan terbuka dengan terpaan angin malam khas pegunungan dan kondisi jaket yang basah karena hujan membuat suhu dingin serasa menusuk tulang. Dari pos 3 terlihat ada 1 tanjakan lagi sebelum akhirnya sampai ke bukit teletubies. Disebut demikian karena bentuknya yang mirip dengan bukit disekitar rumah Teletubies pada serial televisi teletubies.
Bukit teletubies merupakan bukit yang indah dengan hamparan bunga, namun karena sudah malam jadi tidak terlihat indahnya, akhirnya kami lanjut terus sampai sekitar jam 8 malam akhirnya kami sampai di camping ground gunung prau. Sesampainya disana, kami langsung menggelar tenda dan menyiapkan makan, ada 3 tenda untuk 8 orang, saya berdua dengan teman sekampus, team leader berdua dengan temannya, sisanya ber 4. Saya yang sudah menggigil ijin untuk langsung masuk tenda dan tidak ikut menyiapkan makan, untungnya mereka mengerti kalau saya kedinginan, terus terang saja saya sebenarnya tidak enak berbuat demikian. Saya dipanggil keluar setelah makanan telah siap, dan setelah makan sayapun kembali tidur. Malamnya saya menggigil dengan cukup parah, karena camping ground ditempat terbuka membuat terpaan angin tidak terhalau. Suhu dingin + angin kencang membuat saya kedinginan walaupun saya sudah menggunakan tenda yang cukup bagus. “Plaaak!” begitu bunyi tamparan pada pipi saya, “lis sadar lis, lu ga hipo kan?” begitu kurang lebih kata-kata yang keluar dari orang yang menampar saya.
Paginya saya bangun sekitar jam 5, karena di puncak gunung, matahari terlihat lebih awal. Saya menyempatkan untuk sholat subuh didalam tenda baru setelah itu hunting foto. Cara mencari spot foto termasuk mudah, cukup lihat tempat yang banyak orang, disitulah biasanya spot yang paling bagus.
Setelah puas memfoto sunrise, kami lalu berjalan didaerah sekitar sambil tetap foto-foto, lalu setelah itu kami sarapan, setelah sarapan kami beres-beres tenda sekalian packing untuk persiapan pulang. Setelah beres semua, saya kebagian dapat tugas untuk membawa sampah dalam plastik besar. Plastik tersebut diikatkan dicarrier, lalu saya jalan pulang menuju bukit teletubies. Sesampainya di bukit teletubies tidak lupa kami foto-foto, disini kami menikmati pemandangan cukup lama karena ketika berangkat sudah gelap, maka sekaranglah saatnya ‘balas dendam’ begitu yang kami pikir.
Perjalanan pulang menggunakan jalur yang berbeda, kali ini menggunakan jalur kalilembu yang belum pernah dilewati bahkan oleh team leadernya sendiri. Jalur tersebut menembus ke perkebunan warga, setelah itu masuk ke pemukiman warga yaitu desa Kalilembu. Karena jalur ini masih baru, disarankan untuk banyak bertanya, kami aja nyasar dan akhirnya sampai di basecamp petak Banteng.
Karena hujan, kami singgah dulu di toko oleh-oleh manisan carica. Carica adalah sejenis pepaya, tapi lebih kecil dan berwarna kuning. Saya sendiri membeli 1 box carica disana untuk oleh-oleh.
Selanjutnya kami mencarter bus kecil bersama pendaki lainnya sampai ke terminal mendolo, ongkosnya sekitar Rp.15.000,00- per orang. Sampai di terminal mendolo sekitar jam 14.45, lalu jam 15.30 kami naik bus menuju jakarta dan kami samapi di terminal Lebak Bulus sekitar dini hari.
Special thanks buat temen saya di http://www.backpangineer.com/ yang telah bersedia meng upload foto-foto kami.