Masutatsu Oyama (Mas Oyama) adalah petarung legendaris pendiri aliran Kyokushinkai Karate yang terkenal karena membunuh banteng dengan tangan kosong.
Sebenarnya membunuh binatang tidak akan membuat anda menjadi seorang petarung legendaris. Namun berbeda halnya jika yang anda bunuh adalah seekor binatang buas yang besar, berat dan bertanduk.
Binatang yang sekali mengamuk dapat membunuh dan melukai puluhan orang mampu dikalahkan oleh Mas Oyama hanya dengan sekali pukulan. Ini lah yang menyebabkan Mas Oyama dijuluki sebagai “God Hand”.
Masutatsu Oyama atau lebih dikenal dengan nama Mas Oyama lahir pada tanggal 27 Juli 1923 di sebuah desa di Gimje, sekitar 180 mil barat daya Seoul, Korea. Anak ke empat dari tujuh bersaudara ini terlahir dengan nama Choi Young Eui. Ayahnya adalah seorang tuan tanah dan juga walikota yang membuat kehidupan Choi Young Eui termasuk anak yang beruntung.
Baca juga:
- Mengenal Thifan Po Khan, Beladiri Muslim yang Berumur Lebih dari 10 Abad
- Jual Samsak Muay Thai, Taekwondo, Silat, Karate, Boxing & Beladiri Lainnya
Banyak buruh yang bekerja pada keluarga Choi Young Eui, salah satunya adalah Tuan Li (pada sumber lain disebut Yi). Tidak ada yang tau nama lengkapnya, namun beliau adalah seorang petani berdarah campuran China dan Korea bertubuh kecil dan berumur sekitar 40 tahunan. Sekilas tak ada yang spesial dari petani bernama Tuan Li ini sampai Choi Young Eui kecil menyaksikan sebuah kejuaraan gulat.
Daftar Isi:
Kejuaraan Gulat yang Mengubah Hidup Choi Young Eui
Pada saat itu di Korea ada sebuah pertandingan gulat yang menjadi tradisi. Acara itu digelar setiap musim gugur setelah para petani selesai menggarap lahan. Pada turnamen gulat itu, semua lelaki kuat dari seluruh penjuru negeri berdatangan untuk memperebutkan gelar jawara selama satu tahun. Gulat korea mirip dengan sumo dari Jepang, hanya cara gulatnya saja yang berbeda.
Beberapa tahun belakangan ini turnamen gulat selalu dijuarai oleh seorang dari selatan yang memiliki badan besar layaknya raksasa. Kekuatannya yang besar dapat melibas peserta lain dengan mudah dan mendominasi pertandingan. Ketika sudah tidak ada peserta lain yang sanggup melawan, disitulah Tuan Li maju untuk menantang jawara tersebut.
Banyak orang mengira Tuan Li yang memiliki postur tubuh kecil akan kalah seperti pegulat lainnya. Namun perkiraan mereka salah, sang raksasa mulai melancarkan serangan secara tiba-tiba dengan tangan ingin menangkap Tuan Li. Namun Tuan Li langsung menghindar, lalu menangkap dan mematahkan tangannya. Saking cepatnya, para penonton pun kaget ketika tiba-tiba raksasa tersebut sudah tersungkur tak berdaya. Ketika penonton berkerumun, sosok Tuan Li sudah hilang.
Kehebatan Tuan Li membuat Choi Young Eui kagum dan mengidolakan beliau. Setelah itu, setiap harinya Choi Young Eui memohon agar Tuan Li menjadikannya sebagai murid. Bisa ditebak, Tuan Li menolak mentah – mentah keinginan Choi Young Eui untuk belajar, menurutnya Choi Young Eui masih belum cukup umur.
Bukan Choi Young Eui namanya jika putus asa ketika ditolak, ia pun melanjutkan usahanya dengan gigih dan selalu mendesak Tuan Li agar mengangkatnya menjadi murid. Usahanya akhirnya mebuahkan hasil, Tuan Li luluh dan mengangkat Choi Young Eui menjadi muridnya.
Setiap sore Choi Young Eui berlatih Chabee (beladiri campuran tinju Cina dan Korea) bersama Tuan Li. Choi Young Eui disuruh menanam bibit oleh gurunya, lalu melompatinya sebanyak 100 kali setiap hari. Semakin tinggi tanaman yang ia tanam, maka semakin tinggi pula lompatannya.
Tidak terasa 4 tahun sudah berlalu sejak pertamakali ia berlatih, pada umur 13 tahun Choi Young Eui terpaksa pergi ke rumah bibinya di Seoul untuk melanjutkan sekolah di ibu kota.
Di ibu kota, Choi Young Eui menjadi berandalan yang hobi berkelahi dengan anak nakal di jalanan. Ayahnya yang sabar akhirnya marah karena ulahnya. Akhirnya Choi Young Eui pindah ke Jepang untuk melanjutkan ke sekolah pilot.
Berkenalan dengan Karate dari Jepang
Di Jepang Choi Young Eui dengan terpaksa mengubah namanya menjadi Masutatsu Oyama yang berarti “Gunung Agung”. Orang Jepang pada saat itu sedang ultra-nasionalis sehingga tidak ramah pada orang asing. Ketika di Yamanashi, Oyama belajar Karate Shotokan selama dua tahun. Lalu Oyama melanjutkan latihannya di Universitas Takushoku di Tokyo yang dianggap terkuat dalam hal bela diri. Setelah itu, Oyama pindah lagi ke dojo Shotokan di Meijiro, disana ia berlatih selama dua jam setiap harinya dibawah Gichin Funakoshi (bapak Karate Jepang) dan anak lelakinya yang bernama Yoshitaka.
Pada tahun 1937 Jepang sedang perang sengit melawan Cina. Pada saat itu pemerintah Jepang melirik 3 dojo beladiri yaitu Goju-ryu, Shotokan dan Aikido. Pemerintah Jepang akhirnya memilih dojo Shotokan karena dianggap paling efektif pada medan perang. Ini mengakibatkan latihan menjadi makin keras dan meleahkan. Kumite condong ke beladiri kasar yang berdarah. Murid yang terpilih akan diberangkatkan ke medan perang termasuk Mas Oyama, namun sayangnya peperangan keburu berakhir pada tahun 1945.
Hidup Sulit Pasca Perang
Pada masa ini Oyama bertemu dengan So Nei Chu, orang Korea yang merupakan murid langsung dari Chojun Miyagi, pendiri karate Goju-ryu. Oyama lalu berteman baik dan berlatih bersama So Nei Chu selama beberapa tahun.
Jepang yang kalah perang membuat banyak militer Amerika yang berseliweran di jalan-jalan untuk mencari wanita. Tidak jarang para pasukan sekutu itu mengganggu wanita yang lewat. Jika Oyama kebetulan melihat kejadian itu, ia langsung menghajar mereka tanpa ampun. Kemarahan Oyama juga dipicu karena kematian teman-temannya dalam perang. Bila sudah terlibat perkelahian, hanya polisi militer Jepang saja yang sanggup melerainya.
Selain menggoda wanita, pasukan sekutu juga suka makan tanpa bayar di kedai. Pemilik kedai yang takut tak akan berani untuk melawan. Oyama yang melihat perbuatan sewenang-wenang itu naik pitam dan menghajar pasukan sekutu. Walaupun pasukan sekutu membawa senjata api lengkap, Oyama tidak takut dan tetap menghajar mereka.
Perbuatan Oyama membuatnya dijuluki sebagai “Superman dari timur” namun bagi polisi, ia hanyalah pembuat onar. Beberapa teman Oyama menasehatinya agar menyingkir dari kota jika ingin hidup lebih lama.
Oyama menyadari bahwa menghajar tentara sekutu bukanlah cara yang baik untuk membalas dendam, akhirnya Oyama memutuskan untuk melatih tubuhnya dengan ekstrim di pegunungan. Oyama melatih tubuhnya dengan sangat berat sampai tinjunya dapat menghancurkan lawan lewat satu pukulan.
Selama 18 bulan ia memukul pohon, melompati ranting pohon ratusan kali, bermeditasi dibawah air terjun dingin dan menghancurkan batu dengan tinjunya.
Pada tahun 1947 Mas Oyama turun gunung untuk memenangkan kejuaraan beladiri Jepang. Setelah menang, Oyama kembali ke gunung untuk berlatih. Setelah 18 bulan, ia merasa cukup percaya diri untuk kembali turun gunung.
Pertarungan dengan Banteng
Pada tahun 1950, Oyama merasa cukup kuat untuk menguji kekuatannya pada seekor Sapi di tempat pemotongan. Awalnya percobaan ini mengalami kegagal, sapi tersebut terlepas dan memporak porandakan tempat pemotongan tersebut. Pemilik pemotongan hewan tidak marah karena pada awalnya ia memang tidak percaya kalau Oyama dapat mengalahkan sapi dengan tangan kosong.
Menyerah tidak ada pada kamus hidup Oyama. Ia berlatih dengan keras lalu mencobanya lagi. Kali ini ia berhasil, lalu melakukannya berulang kali sampai akhirnya ia berhasil mengalahkan 52 banteng, dengan 3 diantaranya mati dalam sekali pukul. Kemudian sisanya dibanting ketanah atau dipatahkan tanduknya dengan sekali pukul.
Video Pertarungan Oyama dengan Banteng
Perbuatan ini membuat Oyama mendapat kecaman serius dari kelompok penyayang binatang. Setelah itu, Oyama akhirnya memutuskan untuk berhenti bertarung dengan banteng.
Memperkenalkan Karate di Amerika
Pada tahun 1952, Mas Oyama melakukan tour keliling Amerika Serikat guna memperkenalkan dan mendemonstrasikan Karatenya. Dalam perjalanannya, ia bertarung dengan banyak petarung dari berbagai aliran beladiri seperti tinju, gulat, karate, kungfu dan sebagainya. Rata-rata dapat ia kalahkan hanya dengan satu kali pukulan dan tidak lebih dari 3 detik.
Mas Oyama memiliki prinsip bertarung yang sangat sederhana, bila ia memukulmu maka kamu akan hancur, bila kamu menangkis dengan tangan, maka tanganmu akan hancur, bila kamu tidak menangkis, maka tubuhmu yang hancur.
Mas Oyama mendapat julukan “God Hand” yang berarti “satu serangan, satu nyawa”. Baginya itulah karate yang sebenarnya. Gerakan dan teknik lainnya adalah nomor berikutnya.